Ciri-ciri Orang yang Kecanduan Twitter
Sampai
saat ini, salah satu social media yang paling populer di Indonesia
adalah twitter. Ada sekitar 6 juta orang yang setiap hari berkerumun di
sana. Aplikasi mikro blogging ini cepat sekali berkembang tidak hanya
dikalangan onliner dewasa, namun juga para remaja. Hal ini terbukti
dengan seringnya trending topic 'aneh-aneh' yang dibuat mereka.
Aplikasi
yang menyediakan space hanya 140 karakter ini mampu men-drive para
usernya untuk terus memelototi garis waktu. Alasannya, mereka ingin
terus memantau garis waktu temannya untuk mengetahui apa yang
dilakukannya saat ini. Bahkan ada yang memperlakukan gadgetnya melebihi
pasangan, selalu bersama-sama sejak bangun tidur sampai berangkat
tidur.
Banyak
onliner yang saat ini tak bisa lepas dari twitter. Mereka seperti
sudah kecanduan dengan aplikasi yang bisa mengubah nasib seseorang ini.
Beberapa tanda kecanduan twitter itu antara lain:
1. Meretweet postingannya sendiri
Me-retweet
biasanya dilakukan agar informasi penting yang disampaikan tersebar
oleh lebih banyak orang. Namun ketika me-retweet kicauan kita sendiri
tak ada efek seperti itu. Orang-orang yang melakukan ini kemungkinan
besar punya keinginan ngetwit yang besar, namun idenya tidak datang
secepat gerak jempolnya.
2. Merindukan mention
"Ngetwit
tanpa mention bagaikan malam minggu tanpa pacar". Pada dasarnya setiap
user akan merasa bahagia jika apa yang ditwit menuai banjir mention.
Artinya twitannya sanggup memaksa teman-temannya yang jumlahnya ribuan
menanggapinya. Kadang ada beberapa user sudah berusaha habis-habisan
berusaha ngetwit keren, namun tak ada yang menggubris sehingga muncullah
istilah sedekah mention.
3. Mengganti Avatar setiap 10 menit
Memang
tidak ada berapa lama waktu ideal untuk mengganti avatar. Bahkan ada
yang menganggap avatar adalah pengenal yang tidak boleh diubah. Dengan
mengubah avatar, teman-temannya akan kesulitan mengenalinya. Avatar
menjadi seperti logo dalam sebuah brand. Sehingga ketika ia mengganti
avatarnya, ia harus melakukan branding dari awal lagi.
Mengubah
avatar sesuai dengan "tema" peristiwa yang terjadi saat ini juga
menarik. Misalnya mereka yang memperingati setahun haul mantan presiden
Gus Dur memakai image atau ilustrasi Gus Dur sebagai avatarnya. Begitu
juga ketika tweeple mempunyai tatto baru, ia merasa perlu mengganti
avatarnya. Namun bagaimana ketika seseorang mengganti avatarnya tiap
sepuluh menit?
4. Mengomentari link tanpa membaca
Perlu
usaha dan energi sedikit untuk membuka sebuah link di garis waktu.
Makanya mayoritas orang (berdasar riset konon 80% tak membuka link)
langsung mengomentari atau me-retweet postingan yang ada linknya tanpa
mengeceknya. Pernah suatu kali terjadi, seseorang ngetwit dengan
mencatur akun cnn yang memberitakan sepak bola indonesia yang ketika di
klik linknya tidak ada.
5. Sensitif, selalu merasa menjadi objek pembicaraan
Twitter
adalah tempat umum, semua orang mempunyai hak yang sama dalam
menyuarakan sesuatu. Baik mengenai hal yang serius maupun "gegosipan"
internal. Namun anehnya dari kicauan yang ada di garis waktu, ada
seseorang yang sangat sensitif. Tiba-tiba ia merasa menjadi objek
pembicaraan, utamanya ketika yang diomongkan itu hal yang negatif. "Itu
ngomongin saya ya, " katanya. Padahal tak ada mention ke akun dia.
6. Selalu mememperhatikan jumlah follower
Jumlah
follower memang bukan segalanya, namun tetap dipandang lebih "seksi"
jika followernya banyak. Mayoritas pekicau diam-diam berpacu bagaimana
cara menambah followernya. Ada yang jelas-jelas meminta follow balik
dengan suka rela. Ada juga yang meminta dengan syarat. "Jika followernya
sampai jam 00:00 nanti berjumlah sekian, ia akan memasang foto
telanjangnya di avatar. Yang lain cukup meratap dengan ngetwit "kurang
sekian menuju follower ke 2000 misalnya.
7. Asal nyamber tanpa mengetahui konteks
Keterbatasan
space yang disediakan twitter yang hanya 140 karakter menyebabkan
pembicaraan rawan "kesalahpahaman". Karena beberapa pekicau masih
mereply tanpa memperhatikan apakah penerima pesan selanjutnya akan
memahami isi pesan yang disampaikan. Ketika penyebaran pesan itu sampai
pada orang ketiga atau keempat, kicauan tersebut sudah kehilangan
konteks. Beberapa pekicau ngetwit asal nyamber tanpa mengetahui konteks,
selain tidak bermanfaat, juga tidak perlu karena bisa-bisa malah
mengganggu.
Sumber: kaskus.us
No comments: